Kamis, April 10, 2008

Calon Mahaduta

Hari itu di negeri Tantra Samirana sebenarnya sama saja dengan hari – hari lain. Para pelancong masih berseliweran memenuhi pasar terdekat memborong oleh – oleh dan cindera mata. Anak – anak berangkat menuju Tempat Pendidikan ( TP ) gratis Hukama Edukata, semacam sekolah yang diperuntukkan bagi anak berusia 5 hingga 16 tahun. Tidak jauh beda dengan SD hingga SMU di negeri kita. Remaja yang menjelang dewasa menuntut ilmu di Silvika Universita, yang juga gratis. Para orang tua berangkat bekerja ke beberapa tempat, seperti misalnya gedung pemerintahan, pabrik manisan khas, pabrik coklat khas atau pabrik cindera mata. Ya, Tantra Samirana adalah negeri elok nan makmur dan sangat terkenal dengan pemandangan alam yang indah, dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak. Pemerintah setempat memang berkonsentrasi pada bidang pariwisata, dan hampir semua lapangan kerja, berhubungan dengan wisata.
Namun hari – hari di negeri Tantra memang selalu istimewa, terutama bagi anak – anak. Pemerintah setempat tahun ini kembali mencari seorang anak yang akan dijadikan calon Mahaduta negeri itu. Mereka akan dididik pada pusat pendidikan khusus bernama Imakulata Mahardika yang berada di negeri seberang yang indah. Ia akan mendapat perlakuan khusus, sementara kehidupan keluarganyapun dijamin oleh Negara. Pencarian semacam ini cuma setahun sekali diadakan, dan setiap negeri hanya diperkenankan mengirim satu wakil saja. Tentu saja, semua anak di negeri Tantra menginginkannya.
Namun, pencarian calon Mahaduta ini termasuk unik. Tidak akan ada audisi pencarian bakat atau test ilmu pengetahuan. Bahkan tidak ada seorangpun tahu kapan waktunya pihak pemerintah memulai pencarian ini, dan dengan cara apa. Tiga tahun lalu, ada seorang anak yang gagal menjadi wakil hanya gara – gara ia berkata ‘tidak’ pada ibunya saat sang ibu memintanya mengambil cucian bersih ke binatu. Dua tahun lalu pencarian calon diadakan di sebuah pasar malam, dan pilihan jatuh pada seorang anak yang memberi maaf pada anak lain yang dengan sengaja merebut dan merusakkan mainan milik anak baik itu, yang baru saja dibeli. Dan tahun lalu, terpilihlah seorang anak yang menjahili teman sekolahnya yang luar biasa nakal dengan menempeli bangku sekolahnya dengan permen karet agar anak itu jera, namun hari berikutnya ia menyesal. Mengakui perbuatannya pada orang tua dan gurunya, serta meminta maaf pada anak yang dijahilinya. Ia bahkan meminta sebuah hukuman yang setimpal baginya. Maka ia kemudian diganjar membersihkan ruang kelasnya selama seminggu penuh sendirian.
Tahun ini juga sama saja. Tidak ada yang tahu kapan datangnya utusan dari pemerintah yang dikirim untuk memilih, dan dengan cara apa. Yang beberapa anak tahu adalah hari itu datang seorang tua dari kampung Kantaka Kemala, menanyakan sebuah alamat rumah ke hampir setiap orang yang ditemui, sampai tibalah ia bertanya pada seorang anak bernama Jamawa yang sedang terburu – buru berangkat ke sekolah.
“Tanya saja pada orang lain Kek, kakek kan lihat saya sedang keburu - buru,” jawab Jamawa dengan marah tanpa memandang orang yang diajaknya berbicara.
Kemudian sorenya sang kakek bertemu dengan Azul yang sedang sibuk dengan tugas sekolahnya yang rumit di teras rumahnya.
“Tidak tahu, saya tidak tahu” Demikian jawab Azul menggeleng asal – asalan dengan wajah kusam karena kesal dengan konsentrasi yang terpecah. Harapannya adalah sang kakek cepat berlalu dari hadapannya.
Setelah kembali melanjutkan perjalanan, akhirnya bersua-lah sang kakek dengan Malim yang kala itu sedang kerepotan menenteng lima kilogram beras, berjalan tertatih – tatih.
“Nak, apakah kamu tahu alamat ini ada dimana ? Katanya sih disekitar sini” Tanya sang kakek sambil menunjukkan selembar kertas pada Malim. Malim berhenti sambil tetap menenteng beras. Keringatnya bercucuran. Ia membacanya dan keningnya berkernyit.
“Wah, maaf kek, saya tidak tahu alamat ini ada dimana,” jawab Malim sambil tersenyum sopan. Setelah pamit, Malim-pun berlalu. Namun baru beberapa langkah, ia berbalik,
“Kek, begini saja. Saya antar kakek ke rumah pak Ansar. Beliau sudah lama sekali tinggal disini, jauh sebelum daerah ini menjadi kota besar. Kemungkinan besar beliau tahu dimana alamat yang Kakek cari,”
Saat itulah, Malim terpilih menjadi calon Mahaduta. Setelah memberitahu berita menggembirakan itu pada Malim, sang kakek berkata dengan tersenyum,
“Sebenarnya, tatkala kau menjawab dengan sopan pertanyaanku ditengah kerepotanmu membawa beras yang harus segera kau bawa pulang karena ibumu menunggu, kami sudah memutuskan untuk memilihmu sebagai calon. Namun begitu engkau berbalik dan berniat menolongku, kami semakin yakin bahwa kami tidak salah memilih,”
Satu hal yang dipelajari anak – anak di negeri Tantra adalah bahwa berbuat baik harus dilakukan tanpa pamrih. Tapi satu hal yang pasti, mereka tahu bahwa cara pemilihan calon Mahaduta adalah salah satu cara yang baik untuk membiasakan diri mereka berbuat baik. Hingga suatu saat nanti, mereka akan terus berbuat baik karena telah terbiasa dan karena ikhlas, meskipun tanpa adanya pemilihan calon Mahaduta atau imbalan dalam bentuk apapun.

Tidak ada komentar: