Selasa, Mei 13, 2008

Re - Birth

Sekarang ini gue baru bantuin adik gue bikin film indie, judulnya Re-Birth. Bukan ngebantuin juga sih, cuman kebetulan sesekali dimintai saran, karena katanya mengingat gue pemerhati film dan pernah gabung di salah satu production house yang memproduksi sandiwara radio.Nyambung ?? Mungkin juga ngga, tetapi bisa juga iya. Paling tidak gue tahu bahwa sebelum acara Reading dimulai, sebaiknya kita senam mulut terlebih dahulu agar tiap kata yang kita produksi jelas artikulasi-nya dan tidak belibet. Gue juga tahu bahwa sebaiknya seluruh cast konsentrasi penuh pada tiap adegan pada saat reading, bahkan pada saat scene dimana kita tidak ada atau bukan scene disaat kita perlu berdialog, supaya kita lebih ‘in’ pada keseluruhan cerita. Dan gue tahu, acting itu capek, jadi kondisi kesehatan juga mesti prima. Sama dengan tahunya gue kalo orang diminta ngomong terus itu capek. Itu gue alami sewaktu pernah membawakan acara talk show selama satu jam penuh. Meskipun tergunting iklan, gue tetap berasa tenaga terkuras.
Image and video hosting by TinyPicSelebihnya ? Hmm.. rasanya gue belum pernah terlibat pembuatan film yang serius, sehingga bisa dibilang pengetahuan gue nol. Tapi karena gue pemerhati film, dan kebetulan juga punya temen orang film, yah paling tidak gue tahu sedikiiit apa itu reading, perlunya story board, mengerti bahwa setiap posisi personel itu penting, dari mulai produser, sampai dengan bagian umum.
Adek gue dan kawan – kawannya bekerja di stasiun TV swasta, dan mereka jauh lebih tahu mengenai proses produksi sebuah acara, dan ini membantu banyak dalam mereka membuat sebuah film indie.
Selebihnya, adalah kemauan dan kerja keras.
Tatkala personil inti telah menyiapkan segalanya, sekarang hanya tinggal pelaksanaan. Lepas masa penggodokan ide, brainstorming, casting dan hunting lokasi yang melelahkan, tiba masa reading yang berjalan parallel dengan pembuatan story board. Saat itu bulan April dan kita berencana reading 4x sebelum kemudian GR, fitting dan foto untuk poster film. Gue sendiri takjub. Mereka serius kali ini, batin gue. Reading berlangsung dua kali dan sukses, meskipun harus ‘menyingkirkan’ satu pemeran karena dianggap kurang serius. Padahal ia pegang peran utama. Casting ulang yang melelahkan akan kembali diberlakukan tatkala gue usul kalau salah satu pemeran pembantu ditarik, karena anak ini sudah pernah main sinetron. Mengingat yang dibutuhkan adalah pemeran utama wanita, gue usulkan dia karena akan lebih mudah mencari pemeran pengganti dengan dialog sederhana daripada pencari pemeran utama.
Apakah gue ikutan main ?
Yeah, film ini adalah film teenage action dengan semangat manga. Gue ga mungkin main sebagai peran utama maupun peran pembantu jika tidak diperlukan peran mature di situ. Gue sudah bersorak kegirangan saat didapuk untuk menjadi seorang wanita karir yang kebetulan lembur hingga nyaris tengah malam, dikejar – kejar monster dan nyaris mati ! :p
Yang gue perlukan cuma fisik yang prima karena mesti lari – lari dalam jarak yang lumayan jauh dan rute yang ga mudah, disertai ekspresi yang harus membuat penonton ikut merasa ngeri. Seperti korban2 dalam film horror slasher kan ?!:p
Aaah, gue seneng banget.
Hanya saja, kelar dua kali reading, permasalahan mulai bermunculan. Masalah tempat, masalah pribadi, dll. Akhirnya proses reading macet. Adek gue memutuskan untuk melakukan hal yang secepatnya bisa dilakukan.Ia melakukan personal reading dengan siapa saja yang dapat ia temui. Rencana syuting di bulan Mei-pun batal, diundur hingga akhir Juni atau awal Juli. Dia optimis jadi, sementara terus terang gue khawatir jika terlalu lama tertunda, film ini akan terbengkalai. Mengingat kerja keras dan pencapaian-nya, hal itu jangan sampai terjadi. Apalagi mereka men-targetkan film ini bisa ikut festival dan diputar di Blitz.
Yang bisa gue lakukan adalah sering – sering menelpon-nya sebagai reminder.
Pokoknya jangan sampai gagal apalagi batal sama sekali.

Senin, Mei 12, 2008

Nobody's Perfect

Kamu pasti sangat meng-akrabi quote : tidak ada manusia yang sempurna, atau nobody’s perfect atau apalah itu. Gue juga. Namun tetap saja gue tidak jarang merasa minder menghadapi orang – orang yang gue anggap ‘lebih’ sebelum kemudian gue kenal dekat dengan orang tersebut.
Di kota Solo (kota tempat kelahiran gue dan tempat gue tinggal selama 15 tahun, more or less ), gue ga terlalu banyak ketemu jenis – jenis pribadi unik dan menarik, sementara di Jakarta sini, mereka ada dimana - mana.
Di tempat gue kerja, ada seorang yang menurut gue punya banyak potensi yang bisa membuatnya dapat menguasai banyak hal.
Kondisi orang tuanya yang cukup, tempat kuliahnya dulu yang merupakan salah satu universitas swasta ternama di Jakarta, betapa ia mencintai dunia seni dan menjadi salah satu aktifis gereja, betapa ia mengajari anak-anak menari, dan betapa rasa toleran, helpful dan no negative thinking-nya membuatnya semakin disayang (meskipun dia sering disebut sebagai : girl with no expression :p).
Saat ini, dia sedang cari kerja di Singapura. Gayanya yang santai membuatnya seolah tidak gentar pada aral apapun. Entah manusia ke berapa yang menasehati dia jika mencari kerja di luar negeri, tidak bisa main gedubrak beres. Tapi dia cuek aja tuh. Gue rasa kalo sekarang dia dilepas di kutub utara pun juga dia tetep cuek, dan bisa survive
Seharusnya dengan kondisi dan pergaulannya, ia bisa saja memiliki segalanya.

Gue ingat siang itu gue, dia dan seorang sahabat lagi, sedang berjalan menuju mal untuk makan siang (sumpah makan siang di mal boros benget). Kita berbicara soal mobil, karena kebetulan temen gue yang satu lagi menangani salah satu benefit yang bisa diterima oleh karyawan yang bekerja di tempat gue, yaitu fasilitas kepemilikan mobil.
“Apa sih mobil yang sekarang paling laku ?” tanya gue
“Avanza. Untuk yang plafon lebih besar sih City. Ada juga lho, yang kekeuh pengen pesen mobil Amerika,” jawab temen gue yang urus soal mobil itu.
“Mungkin karena mobil Amerika katanya lebih kuat, neng. Contohnya Ford gitu,” jawab gue.
“Bukannya lebih bagus mobil Eropa ya ?” timpalnya lagi.
Tiba – tiba teman gue yang menjadi pembicaraan gue di awal artikel ini, yang semula diam, mulai bicara
“Hah ? Amerika dan Eropa ?”
“Iya, mobil Amerika katanya lebih awet daripada mobil Eropa. Tapi ga tau juga deh. Tapi di sini sih tetep mobil Jepang yang paling laku,” gue dan temen yang urus mobil itu menjawab.
Gadis sempurna gue itu tiba – tiba mengerutkan kening.
“Jadi Eropa dan Amerika itu beda ya ??”
“?????”
“Hua ha ha ha ha !!” dengan jahatnya kita berdua tertawa, tanpa bermaksud untuk menghina.
Gadis ini jadi kesal dan merengut,”Yaaah, maklum guys, Geografi gue payaah !”
Sialnya itu membuat kita berdua terbahak lagi.
“Yah, geografi gue juga parah kali ! Tapi elo lebih parah ! he he he.. Itu baru Amerika dan Eropa, belum lagi Arab yang lebih ruwet posisinya,” teman yang urus mobil itu makin memperburuk situasi.
“Iya, Arab kan ada bagiannya yang berada di benua Asia dan ada yang di Afrika. Kalo ga salah sih,” gue dengan jahat menimpali. Gadis itu makin mengerutkan kening, dan kita berdua tertawa lagi.

Dilain waktu, gue sarankan dia nonton ‘Across The Universe’ karena gue tahu dia menyukai musical movie ( satu hal lagi yang membuatnya istimewa).
“Lagunya bagus2 Jo?”
“Iya, keren2, semuanya lagu-lagunya Beatles yang diaransemen ulang,”
“Ow gitu,”
“Iya. Tapi jangan kuatir, biar aransemen baru tapi tetep bagus. Bahkan lebih bagus”
“Gitu ya…”
“Iya, jadi kaya lagu baru,”
“Bagus dong,”
“Iya. Makanya entar cari aja,”
“Iya, gue cari deh entar DVD-nya,”
“Sip,”
“Iya,”
“Iya”
“Jo..”
“Iya ?”
“Ngg…”
“Apaan ??”
“Lagu – lagu Beatles itu kaya apa sih ??”
"........"

See, nobody’s perfect :P
Dan asal kamu tahu saja, gue yang banyak cengo soal program2 computer, soal games, soal komik Jepang, soal tari – tarian bisa belajar banyak tuh dari dia. Belum lagi belajar bersikap friendly tanpa perlu banyak basa basi, belajar untuk tidak panik menghadapi situasi kerja yang seperti apapun juga bisa dari dia.

Jadi dimanapun kamu, siapun kamu dan bagaimanapun kondisi kamu, rasanya ga perlu minder – minder amat. Usaha untuk kenal banyak orang aja, meskipun gue tahu itu ga gampang. Tapi kalo udah berhasil, selain kamu jadi punya banyak pengetahuan, kamu bakal terkejut bahwa ternyata hal – hal sederhana yang kamu tahu bisa bermanfaat buat orang lain. Dan tentunya makin membuatmu percaya diri karena ‘hey, they don’t know something that I already known years ago,’

Rabu, Mei 07, 2008

Indahnya Cinta

Love
Directed By : Kabir Bhatia
Cast : Sophan Sophiaan, Widyawati, Acha Septriasa, Fauzi Baadila, Darius Sinathrya, Luna Maya, Irwansyah, Laudya Chintya Bella, Surya Saputra, Wulan Guritno
Image and video hosting by TinyPic

Note :
Gue akui, gue lagi suka film Indonesia. Rasanya yang worth to wait untuk gue tonton di bioskop juga film Indonesia. Kecuali memang ada beberapa film Hollywood yang ada di list gue yang pengen banget (baca : harus ) gue tonton di bioskop, misalnya contoh Indiana Jones, Harry Potter atau James Bond.
Diantara tebaran film Indonesia yang gue cintai itu, ternyata ada satu mutiara di dalamnya. Beneran gue jatuh cinta mati sama film ini, dalam kelemahan dan segala kelebihannya. Terserah apa kata orang.

Sebenarnya banyak film Indonesia yang bagus. Entah dari segi cerita/ide cerita, cinematografi, acting pemainnya, karakter di dalamnya atau paduan dari semuanya. Dari mulai AADC, Petualangan Sherina, Gie, 9 Naga, Mengejar Matahari, Janji Joni, Jomblo, 3 Hari Untuk Selamanya, Kala, dan masih banyak lagi. Film – film yang ga akan terlupakan bahkan lama setelah menontonnya. Namun seiring waktu, biasanya kecintaan itu akan terkubur sedikit melengkapi datangnya film – film baru yang juga bagus, dan baru akan tergali kembali jika diingatkan. Namun untuk yang satu ini, rasanya gue belum bisa pindah ke lain hati. Mungkin juga karena setelah menonton film ini, belum ada lagi film Indonesia maupun Hollywood yang mampu membuat gue jatuh cinta. Sebagai info saja, setelah nonton film ini, gue sudah menonton dua film Indo lagi, yaitu Ayat – Ayat Cinta dan In The Name of Love. Keduanya tidak meninggalkan kesan apapun buat gue selepas menontonnya (mohon maaf bagi penggemar Ayat – Ayat Cinta). Belum lagi beberapa film Hollywood dan film Indie yang gue tonton melalui DVD. Banyak. Bukan berarti film2 yang lain itu buruk, tetapi mau gimana lagi, gue tergila - gila sama film ini.

Pengungkapan cinta-nya yang universal sangat indah. Tidak ada batasan – batasan kepercayaan, suku ataupun lembaga apapun dan dari manapun bagi pengungkapan cinta di sini. Jangan harap menemukan salah satu dari mereka menikah, atau mungkin menunjukkan cara beribadah mereka kepada Tuhan dengan suatu kepercayaan tertentu. Tidak ada. Yang ada hanya cinta.
Ekspresi dalam film ini berbicara, gambar - gambar di film ini pun juga. Score dan soundtrack juga selalu tepat penempatannya.
Singkatnya, film ini indah.
Karakter dari lima pasang tokoh yang ditampilkan dan disatukan dalam satu tema-pun dapat tergali dalam, tanpa harus berpanjang – panjang. Bahkan karakter – karakter penting lain selain lima pasang manusia itu, ternyata juga dapat tergali dalam. Kamu akan dapat merasakan cinta dan kasih mereka hanya dari tatapan mata.
Pemain – pemainya ? Hmm… favorit saya adalah Acha Septriasa. Tetapi yang lain tidaklah buruk. Semua pas dengan karakter masing – masing, dan dapat memainkannya dengan baik.
Siapa yang tidak kenal Widyawati – Sophan Sophiaan, Acha Septriasa – Fauzi Baadilah, Surya Saputra – Wulan Guritno, Irwansyah – Laudya Chintya Bella, Darius Sinathrya – Luna Maya ?!
Gue nonton film ini di bioskop dua kali, dan sekarang-pun masih kangen. Suami gue bilang kalo film ini mengingatkannya pada Love Actually. Memang benar, terkesannya gue dengan film ini, sama rasanya dengan setelah gue nonton Love Actually. Rasa kangennya juga sama. Tetapi kok gue merasa kedua film itu berbeda. Love Actually lebih ceria. Dari segi cerita-pun berbeda, hanya ide untuk mengangkat cerita dari beberapa pasang manusia saja yang sama.

Sayangnya memang, ide-nya bukan orisinil punya Indonesia. Film ini di adaptasi / ditulis kembali (baca : di Indonesiakan) oleh Titien Wattimena dari film berjudul ‘Cinta’ asal negeri jiran Malaysia. Bahkan sutradara film Love-pun tetap Kabir Bhatia, sama dengan sutradara Cinta. Sungguh disayangkan. Tetapi mau tidak mau gue tertarik untuk hunting film ‘Cinta’. Gue pengen tahu apakah film Cinta seindah film Love. Siapa tahu kan, karena tulisan Titien Wattimena lebih mengena, atau siapa tahu DOP film Love ternyata lebih mumpuni, siapa tahu juga Kabir Bhatia telah mengetahui kelemahan film Cinta dan memperbaikinya dalam Love.
Tetapi Christo Damar Alam, produser film ini sempat berujar, bahwa film Love bukan sepenuhnya mirip dengan Cinta. Katanya ide Love memang timbul dari kisah pertemuan sepasang manusia di usia tua dalam Cinta. Namun kemudian pengembangan empat cerita yang lain, adalah ide yang baru.
Entahlah, gue ga terlalu perduli.

Terus terang, film ini membuat gue menangis. Tetapi bukan karena termehek – mehek. Alasan gue menangis saat menonton film ini, sama dengan saat gue menangis untuk film Love Actually yang cerah ceria itu.
Karena apa ya ?
Mungkin juga karena : love actually… is all around.

Important Things

Dua hari lalu Ayah gue menelpon. Dua kali.
Yang pertama diceritakannya bahwa ia menemukan jam yang berjalan mundur, mirip dengan penunjuk waktu yang ada pada sebuah Negara di Eropa Timur (is that right?) Dengan nada ceria ia sangat beruntung mendapatkan jam tersebut (belakangan melalui browsing di internet, pada sebuah web on line shopping gue ketahui bahwa jam seperti itu memang di produksi di Surabaya, meskipun gue ga tahu yang dibeli Ayah gue itu produksi mana ).
Yang kudua kali (kira-kira setengah jam kemudian), masih berkisar mengenai penunjuk waktu terbalik itu, ia bertanya ke gue apakah gue pernah menyaksikan salah satu acara di Metro TV bertajuk ‘Do You Know’. Di Negara itu, selain bahwa penunjuk waktu atau jam diberitakan terbalik (waktu tetap maju, namun letak angka-nya terbalik, misalnya angka 3 menjadi angka 9, dsb.) Arah jarum-nya pun bukan ke kanan namun ke kiri. Dia pun bercerita bahwa di Negara tersebut segalanya serba terbalik.
Gue mendengarkannya baik – baik dan ber’ooh’ beberapa kali hanya dengan maksud menyenangkan hatinya saja.
Dua minggu yang lalu gue sempat mengajak teman yang datang dari luar kota untuk jalan – jalan. Mengingat bahwa sineplex yang ada di kotanya hanyalah satu jenis sineplex saja seperti banyak kota – kota lain di Indonesia, maka gue menawarkan ajakan untuk nonton di Blitz Megaplex. Well, gue sangat mencintai bioskop dan film.
Tapi dia menolak.
Dia menganggap bahwa menonton film di bioskop adalah kegiatan yang tidak menarik dan tidak penting, dan hanya orang – orang yang sudah tidak tahu lagi mau kemana untuk membuang uangnya-lah yang akan menuju bioskop untuk menonton film.
Gue jadi berpikir bahwa hal yang dianggap penting atau begitu menariknya bagi orang lain, belum tentu sepenting dan semenarik itu bagi kita.
Demikian pula sebaliknya, jika saat ini kita tengah begitu bahagia karena menemukan / melakukan hal yang sedemikian penting dan menarik bagi kita, maka kita perlu juga meningkatkan kesadaran bahwa di suatu tempat (bisa saja tempat yang sangat dekat) akan selalu ada orang yang menganggapnya tidak penting, atau bahkan tidak menarik sama sekali.
It happens !

Pada Suatu Siang di Mangga Besar

Suatu siang, adik ipar dan mama mertua gue berjalan – jalan ke daerah Mangga Besar, sekaligus potong rambut ke hair stylist langganan mereka di daerah tersebut.
Sudah tengah hari ketika mereka mampir di sebuah food court di tengah pusat perbelanjaan. Sang mama sibuk menelpon sementara adik gue duduk diam, berusaha santai dengan menyandarkan tubuh pada punggung kursi makannya. Dan saat itulah ia mendengarkan pembicaraan singkat yang cukup menarik perhatian, yang datang dari arah tempat duduk di belakangnya.

“Iya, gue pernah nganterin temen gue gugurin kandungan. Serem banget, dikorek – korek gitu,”
“Lo sendiri gimana ngejalaninnya ?”
“Yah, gitu deh. Yang penting kalo lagi begitu lo jangan bawa perasaan lo. Anggep aja Om lo sendiri,”
“Lo pertamanya gimana sih ?”
“Gue sebenarnya ga niat kaya gini. Ini bermula dari temen gue. Dia sempat bikin janji sama dua orang dalam waktu yang sama, dan itu ga mungkin. Gue ditawarin untuk mengencani salah satu Om yang udah terlanjut dia janjikan buat kencan. Yah, karena kondisi gue saat itu lagi butuh duit, ya akhirnya gue terima. Om-nya baik, gue dibeliin macem – macem. Dia cerita dia punya rumah di Sumedang.”
“….”
“Yah, yang namanya sekarang orang butuh macem – macem ya. Pengen beli baju baru, pengen perhiasan. Yah, gue mau aja ngejalaninnya,”

Tiba – tiba muncul seorang kawannya lagi yang tampaknya waria.

“Iye bow, kerjaannya enak. Lo bakalan suka dah. Cuma begini – begini doang (dengan gaya yang bermaksud kocak dan nakal ia menggoyang – goyangkan tubuh bagian bawahnya ke depan dan ke belakang ) dapet duiiiit!”

Tawa membahana.

Dan saat itu juga terbersit rasa iba dari adik gue kepada mereka