Selasa, Oktober 07, 2008

A Nite To Remember

Malam tanggal 15 July, merupakan malam yang istimewa buat gw. Gw, suami dan adik ipar gw mendapat undangan untuk hadir pada premier pemutaran film horror kita berjudul : KARMA.
Terlepas dari pendapat gw mengenai jalan cerita film itu yang gw anggap istimewa, yang gw pengen sharing adalah suasana yang lihat dan rasakan saat moment sbelum dan sesudah pemutaran premier show itu berlangsung.
Kami bertiga masuk ke lobby bioskop di Plaza Ex pada sekitar jam 19.45 WIB. Suasana sudah mulai ramai. Mega poster Karma dipasang di sudut luar lobby. Poster ini bisa dimaksudkan untuk banyak keperluan, termasuk untuk foto – foto dan wawancara dengan para pendukung filmnya. Pada jam 20.00 hingga menjelang pemutaran film pada jam 21.30, sesi foto dan interview berlangsung. Gw berasa berada di tengah pusaran badai dan bersiap bertabrakan dengan benda2 yang turut melayang bersamanya. Dengan ‘sadis’ tubuh gw berkali – kali terhantam bahu orang – orang yang kebanyakan para pemburu berita dan wartawan gossip yang mengejar deadline. Tapi siapa yang perduli. Gw maklum benar dengan kondisi itu.
Gw melayangkan pandangan dan lihat wajah – wajah mempesona bertebaran dimana – mana. Kami beramah tamah dengan beberapa kenalan kami disana, seraya menyebar pandangan ke sepanjang ruang mencari wajah – wajah pujaan kami. Wajah – wajah mereka nyaris tidak pernah kita temui di layar sinetron (apalagi yang stripping) sehingga kemungkinan besar sebagian orang akan asing mendengar nama : Verdi Solaiman, Tizza Radia, Ario Wahab, Jenny Chan, Dominique Diyose, Poppy Sovia, Lukman Sardi, Joe Taslim, Jonathan Mulya, Sita Nursanti atau Yama Carlos. Setiap sudut ruang selalu terisi sorot kamera dan para artis yang bercuap – cuap. Gw pribadi sudah cukup puas karena sudah sempat bertegur sapa dan berfoto dengan idola gw Lukman Sardi, meskipun sutradara pujaan gw, Joko Anwar, tidak hadir.
Tibalah saat pertunjukan akan segera dimulai.
Keriuhan penonton yang masuk ke dalam ruangan teater tidak jauh berbeda dengan riuhnya penonton pertunjukan regular yang kita kenal, hanya bedanya selain bahwa hampir tiap kursi yang tersedia terisi dan 75% diantaranya adalah para praktisi film.
Perasaan gw luar biasa.
Suami gw yang duduk di sebelah kanan gw seperti kejatuhan durian runtuh tatkala menemui bahwa orang yang duduk di sebelahnya adalah Aksan Syuman, salah satu musisi favoritnya. Dan mengobrollah mereka dengan seru.
Adik ipar di sebelah kiri gw sempat bertegur sapa dengan Ira Wibowo yang duduk disebelahnya.
Gw ? Mereka meninggalkan gw yang duduk diantara mereka berdua. Manyun.
Saat lampu dalam ruangan bioskop mulai meredup dan gelap, suara gw muncul! (he he )Yeah, secara gw adalah pengisi suara untuk radio spot film ini. Saat radio spot diputar, terlihat mulai muncul kepala – kepala dalam keremangan, siap berada di depan screen.
Lampu tiba – tiba menyala sebagian, dan tampak berjejer di depan layar adalah film maker, crew dan cast dari Karma. Penonton bertepuk tangan.
Satu persatu orang – orang yang terlibat di dalam film tersebut disebutkan namanya dan tiap nama – nama itu disebut, penonton kembali memberikan apresiasi dengan bertepuk tangan. Bahkan untuk beberapa person yang terlibat namun tidak ikut maju ke depan layar, juga akan dihadiahi tepukan tangan saat nama mereka muncul pada opening credit.
Sangat istimewa.
Aaaah… betapa sebuah karya begitu berharga dan patut dihargai.
Film-pun diputar.
Dan sepanjang pemutarannya, gw bisa merasakan betapa teriakan tertahan, emosi yang tampak dan tersamar yang terungkap dari sikap penonton yang menunjukkan mereka terbawa pada alur cerita merupakan kebanggaan bagi film maker-nya.
Saat pertunjukan berakhir, penonton kembali bertepuk tangan.
Seperti biasa, gw dan suami tetap di tempat sampai saat end credit berakhir. Hal ini selalu kami lakukan, pun pada saat kami menonton pertunjukan film regular. Kami selalu excite meneliti satu persatu nama yang terlibat dalam setiap pertunjukan film dan seringkali diikuti ekspresi bete dari petugas bioskop yang siap membersihkan ruang demi persiapan pertunjukan selanjutnya yang siap digelar kembali.
Bedanya, malam itu semua beranjak setelah end credit berakhir.
Orang – orang yang terlibat di dalam Karma kontan diberi selamat dan mungkin juga hmm…. menebar tanda – tanda untuk bekerja sama dalam proyek selanjutnya.
Setelah itu, sesi foto dan wawancara masih berlangsung hingga menjelang tengah malam.
Sebelum pulang, kami mengucapkan terima kasih, mengacungkan jempol padanya sekaligus berpamitan pada seorang kawan kami yang baik hati.
Dan akhirnya, tibalah saatnya kami pulang dengan membawa souvenir dari Karma berupa tas, kaos, poster, amplop angpao berisi foto salah satu cast dan donat dari sponsor.

Malam yang istimewa.

Minggu, Oktober 05, 2008

Two Different World

Ada dua hal yang gw temui saat gw dan teman – teman kantor mengikuti acara training dan jalan – jalan ke kota gudeg Jogya. Dua hal ini sengaja gw ambil dari kota Jogya, sekaligus merenungkan bahwa bukan hanya di kota metropolitan Jakarta- yang sering disiniskan orang dengan menyebutnya sebagai the sin city - saja kita dapat menemui mereka.

Hal pertama yang gw liat adalah seorang kakek renta yang dengan gayanya yang tenang berjongkok di pinggir jalan menyantap dengan lahap nasi sisa yang dari bentuknya kita akan dapat mengira2 bahwa nasi itu diambilnya dari tempat sampah. Ia sama sekali tidak menggubris kami yang ribut saat melewatinya. Uang yang disodorkan seorang kawan-pun ia terima dengan reaksi yang biasa – biasa saja. Entah apa pikiran yang muncul di kepalanya.

Hal kedua adalah suasana remang di tempat hiburan malam dimana gw dan dua teman berada di sana, ‘hanya’ memesan satu pitcher bir. Seorang kawan mencoba menawarkan minuman yang lebih keras, tapi gw menolak dengan alasan mengingat kondisi kami yang lelah dan kurang fit. Kami pun mencoba menikmati suasana malam itu. Teman cowo gw cukup puas kelihatannya, mengingat dancer disana gw akui, cantik – cantik. Gw sempat berpikir digaji berapa mereka, dan mengapa tidak menjadi pemain sinetron saja ?! he he

Gw menyapu pandangan ke sekeliling gw, melihat orang2 disana, yang kebanyakan usia belia, dan teringat kembali dengan kakek yang makan nasi sisa tadi siang.

Pada versi sinetron di televise kita, segalanya pasti jelas. Si kakek adalah orang baik hati yang ter-dzolimi dan tentu saja dengan ikhlas menerima nasibnya, sementara yang berada di tempat hiburan kesemuanya adalah orang – orang brengsek, dengan keluarga berantakan yang gemar menghamburkan uang dan hobi menyiksa batin orang semacam kakek yang tadi.

Gw ragu dalam kehidupan nyata semuanya dapat terbaca segamblang itu. Gw ragu ada kebenaran mutlak atau sebaliknya, apalagi jika hanya mengandalkan indera mata.

Lalu gw membayangkan beberapa scenario.

Lelaki muda yang sedari tadi hanya duduk merokok di seberang bangku gw bisa jadi hanya menerima ajakan kawan baiknya yang ingin ditemani. Hmm, atau dia insomnia dan memilih tempat yang hangar bingar sehingga ia tidak merasa sendirian. Bisa saja salah satu dancer adalah pacar atau saudarinya, sehingga perlu baginya untuk menunggui mereka bekerja. Atau jangan – jangan bahkan ia jatuh cinta pada salah seorang dancer dan hanya berani sampai batas memandangi wajah si gadis.

Gadis belia dengan rambutnya yang dijalin dengan rentetan asesori rambut sehingga seolah rasta, sedari tadi tidak bisa duduk diam. Dalam pikiran gw, dia hanya ingin melewatkan malam minggunya dengan penuh keceriaan, dan ia ingin melewatkannya dengan kawan – kawan tersayang. Sementara semua kawannya berada di tempat itu, kesanalah ia pergi. Ke tempat dimana kawan – kawan terbaiknya berada.

Seorang perempuan muda di tengah bar dengan serius menakar beberapa jenis minuman dengan cepat dan menuangkannya dalam satu wadah. Ekspresinya seolah menyiratkan : ini pekerjaan gw, tidak banyak orang yang bisa melakukannya dan gw yakin bisa melakukannya dengan sempurna.

Dan sebelum mengalihkan pandangan pada jam tangan gw, terlihat dua anak muda gemulai yang tampaknya sangat gemar bergoyang.

Gay ? Don’t know!

Are they a couple ? Who cares !

Bagi gw, mereka adalah anak – anak yang butuh perhatian

Lalu bagaimana jika scenario yang lebih kelam dan absurd kita berikan pada si kakek ?

Skenario 1 : karena suatu sebab ia ditinggalkan anak istrinya, stress dan hidup di jalan

Skenario 2 : ada masa dimana ia adalah seorang yang kaya raya, namun ia pailit karena ia gemar berjudi, korupsi dan main perempuan, pailit dan jadi gelandangan.

Skenario 3 : Sedari dulu ia memang miskin, malas bekerja, gemar mengumpat sehingga kurang disukai orang, terusir dan akhirnya hidup di jalan

Skenario 4 : Karma-nya buruk karena ia memperlakukan orang dengan buruk

Skenario 5 : Ia seorang actor, observasi lalu mencoba mendalami perannya sebagai gelandangan, ia praktek langsung

Skenario 6 : Ia menjalani hidup di dua dunia. Dua kepribadian. Dr.Jekkyl & Mr.Hyde.

Skenario 6 : Ia seorang agen rahasia yang sedang menyamar

Skenario 7 : Ia adalah malaikat

Skenario terakhir : saat terjadi reinkarnasi, pada kehidupan mendatang nasibnya bertukar dengan orang – orang yang berada di tempat hiburan !

Yahaaa !!

Well, semua itu cuma ada di kepala gw. Jawaban pastinya cuma ada di langit.

Bagi gw, mereka hidup di dunia yang berbeda. Sepertinya bedanya hidup di Timur dengan di Barat misalnya. Atau hidup di kota dan di desa. Atau di negara 4 musim dan tropis.

Just different, that’s all.

Tidak ada kaitannya dengan benar atau salah. Ada dua hal yang gw temui saat gw dan teman – teman kantor mengikuti acara training dan jalan – jalan ke kota gudeg Jogya. Dua hal ini sengaja gw ambil dari kota Jogya, sekaligus merenungkan bahwa bukan hanya di kota metropolitan Jakarta- yang sering disiniskan orang dengan menyebutnya sebagai the sin city - saja kita dapat menemui mereka.

Hal pertama yang gw liat adalah seorang kakek renta yang dengan gayanya yang tenang berjongkok di pinggir jalan menyantap dengan lahap nasi sisa yang dari bentuknya kita akan dapat mengira2 bahwa nasi itu diambilnya dari tempat sampah. Ia sama sekali tidak menggubris kami yang ribut saat melewatinya. Uang yang disodorkan seorang kawan-pun ia terima dengan reaksi yang biasa – biasa saja. Entah apa pikiran yang muncul di kepalanya.

Hal kedua adalah suasana remang di tempat hiburan malam dimana gw dan dua teman berada di sana, ‘hanya’ memesan satu pitcher bir. Seorang kawan mencoba menawarkan minuman yang lebih keras, tapi gw menolak dengan alasan mengingat kondisi kami yang lelah dan kurang fit. Kami pun mencoba menikmati suasana malam itu. Teman cowo gw cukup puas kelihatannya, mengingat dancer disana gw akui, cantik – cantik. Gw sempat berpikir digaji berapa mereka, dan mengapa tidak menjadi pemain sinetron saja ?! he he

Gw menyapu pandangan ke sekeliling gw, melihat orang2 disana, yang kebanyakan usia belia, dan teringat kembali dengan kakek yang makan nasi sisa tadi siang.

Pada versi sinetron di televise kita, segalanya pasti jelas. Si kakek adalah orang baik hati yang ter-dzolimi dan tentu saja dengan ikhlas menerima nasibnya, sementara yang berada di tempat hiburan kesemuanya adalah orang – orang brengsek, dengan keluarga berantakan yang gemar menghamburkan uang dan hobi menyiksa batin orang semacam kakek yang tadi.

Gw ragu dalam kehidupan nyata semuanya dapat terbaca segamblang itu. Gw ragu ada kebenaran mutlak atau sebaliknya, apalagi jika hanya mengandalkan indera mata.

Lalu gw membayangkan beberapa scenario.

Lelaki muda yang sedari tadi hanya duduk merokok di seberang bangku gw bisa jadi hanya menerima ajakan kawan baiknya yang ingin ditemani. Hmm, atau dia insomnia dan memilih tempat yang hangar bingar sehingga ia tidak merasa sendirian. Bisa saja salah satu dancer adalah pacar atau saudarinya, sehingga perlu baginya untuk menunggui mereka bekerja. Atau jangan – jangan bahkan ia jatuh cinta pada salah seorang dancer dan hanya berani sampai batas memandangi wajah si gadis.

Gadis belia dengan rambutnya yang dijalin dengan rentetan asesori rambut sehingga seolah rasta, sedari tadi tidak bisa duduk diam. Dalam pikiran gw, dia hanya ingin melewatkan malam minggunya dengan penuh keceriaan, dan ia ingin melewatkannya dengan kawan – kawan tersayang. Sementara semua kawannya berada di tempat itu, kesanalah ia pergi. Ke tempat dimana kawan – kawan terbaiknya berada.

Seorang perempuan muda di tengah bar dengan serius menakar beberapa jenis minuman dengan cepat dan menuangkannya dalam satu wadah. Ekspresinya seolah menyiratkan : ini pekerjaan gw, tidak banyak orang yang bisa melakukannya dan gw yakin bisa melakukannya dengan sempurna.

Dan sebelum mengalihkan pandangan pada jam tangan gw, terlihat dua anak muda gemulai yang tampaknya sangat gemar bergoyang.

Gay ? Don’t know!

Are they a couple ? Who cares !

Bagi gw, mereka adalah anak – anak yang butuh perhatian

Lalu bagaimana jika scenario yang lebih kelam dan absurd kita berikan pada si kakek ?

Skenario 1 : karena suatu sebab ia ditinggalkan anak istrinya, stress dan hidup di jalan

Skenario 2 : ada masa dimana ia adalah seorang yang kaya raya, namun ia pailit karena ia gemar berjudi, korupsi dan main perempuan, pailit dan jadi gelandangan.

Skenario 3 : Sedari dulu ia memang miskin, malas bekerja, gemar mengumpat sehingga kurang disukai orang, terusir dan akhirnya hidup di jalan

Skenario 4 : Karma-nya buruk karena ia memperlakukan orang dengan buruk

Skenario 5 : Ia seorang actor, observasi lalu mencoba mendalami perannya sebagai gelandangan, ia praktek langsung

Skenario 6 : Ia menjalani hidup di dua dunia. Dua kepribadian. Dr.Jekkyl & Mr.Hyde.

Skenario 6 : Ia seorang agen rahasia yang sedang menyamar

Skenario 7 : Ia adalah malaikat

Skenario terakhir : saat terjadi reinkarnasi, pada kehidupan mendatang nasibnya bertukar dengan orang – orang yang berada di tempat hiburan !

Yahaaa !!

Well, semua itu cuma ada di kepala gw. Jawaban pastinya cuma ada di langit.

Bagi gw, mereka hidup di dunia yang berbeda. Sepertinya bedanya hidup di Timur dengan di Barat misalnya. Atau hidup di kota dan di desa. Atau di negara 4 musim dan tropis.

Just different, that’s all.

Tidak ada kaitannya dengan benar atau salah

Ada dua hal yang gw temui saat gw dan teman – teman kantor mengikuti acara training dan jalan – jalan ke kota gudeg Jogya. Dua hal ini sengaja gw ambil dari kota Jogya, sekaligus merenungkan bahwa bukan hanya di kota metropolitan Jakarta- yang sering disiniskan orang dengan menyebutnya sebagai the sin city - saja kita dapat menemui mereka.

Hal pertama yang gw liat adalah seorang kakek renta yang dengan gayanya yang tenang berjongkok di pinggir jalan menyantap dengan lahap nasi sisa yang dari bentuknya kita akan dapat mengira2 bahwa nasi itu diambilnya dari tempat sampah. Ia sama sekali tidak menggubris kami yang ribut saat melewatinya. Uang yang disodorkan seorang kawan-pun ia terima dengan reaksi yang biasa – biasa saja. Entah apa pikiran yang muncul di kepalanya.

Hal kedua adalah suasana remang di tempat hiburan malam dimana gw dan dua teman berada di sana, ‘hanya’ memesan satu pitcher bir. Seorang kawan mencoba menawarkan minuman yang lebih keras, tapi gw menolak dengan alasan mengingat kondisi kami yang lelah dan kurang fit. Kami pun mencoba menikmati suasana malam itu. Teman cowo gw cukup puas kelihatannya, mengingat dancer disana gw akui, cantik – cantik. Gw sempat berpikir digaji berapa mereka, dan mengapa tidak menjadi pemain sinetron saja ?! he he

Gw menyapu pandangan ke sekeliling gw, melihat orang2 disana, yang kebanyakan usia belia, dan teringat kembali dengan kakek yang makan nasi sisa tadi siang.

Pada versi sinetron di televise kita, segalanya pasti jelas. Si kakek adalah orang baik hati yang ter-dzolimi dan tentu saja dengan ikhlas menerima nasibnya, sementara yang berada di tempat hiburan kesemuanya adalah orang – orang brengsek, dengan keluarga berantakan yang gemar menghamburkan uang dan hobi menyiksa batin orang semacam kakek yang tadi.

Gw ragu dalam kehidupan nyata semuanya dapat terbaca segamblang itu. Gw ragu ada kebenaran mutlak atau sebaliknya, apalagi jika hanya mengandalkan indera mata.

Lalu gw membayangkan beberapa scenario.

Lelaki muda yang sedari tadi hanya duduk merokok di seberang bangku gw bisa jadi hanya menerima ajakan kawan baiknya yang ingin ditemani. Hmm, atau dia insomnia dan memilih tempat yang hangar bingar sehingga ia tidak merasa sendirian. Bisa saja salah satu dancer adalah pacar atau saudarinya, sehingga perlu baginya untuk menunggui mereka bekerja. Atau jangan – jangan bahkan ia jatuh cinta pada salah seorang dancer dan hanya berani sampai batas memandangi wajah si gadis.

Gadis belia dengan rambutnya yang dijalin dengan rentetan asesori rambut sehingga seolah rasta, sedari tadi tidak bisa duduk diam. Dalam pikiran gw, dia hanya ingin melewatkan malam minggunya dengan penuh keceriaan, dan ia ingin melewatkannya dengan kawan – kawan tersayang. Sementara semua kawannya berada di tempat itu, kesanalah ia pergi. Ke tempat dimana kawan – kawan terbaiknya berada.

Seorang perempuan muda di tengah bar dengan serius menakar beberapa jenis minuman dengan cepat dan menuangkannya dalam satu wadah. Ekspresinya seolah menyiratkan : ini pekerjaan gw, tidak banyak orang yang bisa melakukannya dan gw yakin bisa melakukannya dengan sempurna.

Dan sebelum mengalihkan pandangan pada jam tangan gw, terlihat dua anak muda gemulai yang tampaknya sangat gemar bergoyang.

Gay ? Don’t know!

Are they a couple ? Who cares !

Bagi gw, mereka adalah anak – anak yang butuh perhatian

Lalu bagaimana jika scenario yang lebih kelam dan absurd kita berikan pada si kakek ?

Skenario 1 : karena suatu sebab ia ditinggalkan anak istrinya, stress dan hidup di jalan

Skenario 2 : ada masa dimana ia adalah seorang yang kaya raya, namun ia pailit karena ia gemar berjudi, korupsi dan main perempuan, pailit dan jadi gelandangan.

Skenario 3 : Sedari dulu ia memang miskin, malas bekerja, gemar mengumpat sehingga kurang disukai orang, terusir dan akhirnya hidup di jalan

Skenario 4 : Karma-nya buruk karena ia memperlakukan orang dengan buruk

Skenario 5 : Ia seorang actor, observasi lalu mencoba mendalami perannya sebagai gelandangan, ia praktek langsung

Skenario 6 : Ia menjalani hidup di dua dunia. Dua kepribadian. Dr.Jekkyl & Mr.Hyde.

Skenario 6 : Ia seorang agen rahasia yang sedang menyamar

Skenario 7 : Ia adalah malaikat

Skenario terakhir : saat terjadi reinkarnasi, pada kehidupan mendatang nasibnya bertukar dengan orang – orang yang berada di tempat hiburan !

Yahaaa !!

Well, semua itu cuma ada di kepala gw. Jawaban pastinya cuma ada di langit.

Bagi gw, mereka hidup di dunia yang berbeda. Sepertinya bedanya hidup di Timur dengan di Barat misalnya. Atau hidup di kota dan di desa. Atau di negara 4 musim dan tropis.

Just different, that’s all.

Tidak ada kaitannya dengan benar atau salah. Ada dua hal yang gw temui saat gw dan teman – teman kantor mengikuti acara training dan jalan – jalan ke kota gudeg Jogya. Dua hal ini sengaja gw ambil dari kota Jogya, sekaligus merenungkan bahwa bukan hanya di kota metropolitan Jakarta- yang sering disiniskan orang dengan menyebutnya sebagai the sin city - saja kita dapat menemui mereka.

Hal pertama yang gw liat adalah seorang kakek renta yang dengan gayanya yang tenang berjongkok di pinggir jalan menyantap dengan lahap nasi sisa yang dari bentuknya kita akan dapat mengira2 bahwa nasi itu diambilnya dari tempat sampah. Ia sama sekali tidak menggubris kami yang ribut saat melewatinya. Uang yang disodorkan seorang kawan-pun ia terima dengan reaksi yang biasa – biasa saja. Entah apa pikiran yang muncul di kepalanya.

Hal kedua adalah suasana remang di tempat hiburan malam dimana gw dan dua teman berada di sana, ‘hanya’ memesan satu pitcher bir. Seorang kawan mencoba menawarkan minuman yang lebih keras, tapi gw menolak dengan alasan mengingat kondisi kami yang lelah dan kurang fit. Kami pun mencoba menikmati suasana malam itu. Teman cowo gw cukup puas kelihatannya, mengingat dancer disana gw akui, cantik – cantik. Gw sempat berpikir digaji berapa mereka, dan mengapa tidak menjadi pemain sinetron saja ?! he he

Gw menyapu pandangan ke sekeliling gw, melihat orang2 disana, yang kebanyakan usia belia, dan teringat kembali dengan kakek yang makan nasi sisa tadi siang.

Pada versi sinetron di televise kita, segalanya pasti jelas. Si kakek adalah orang baik hati yang ter-dzolimi dan tentu saja dengan ikhlas menerima nasibnya, sementara yang berada di tempat hiburan kesemuanya adalah orang – orang brengsek, dengan keluarga berantakan yang gemar menghamburkan uang dan hobi menyiksa batin orang semacam kakek yang tadi.

Gw ragu dalam kehidupan nyata semuanya dapat terbaca segamblang itu. Gw ragu ada kebenaran mutlak atau sebaliknya, apalagi jika hanya mengandalkan indera mata.

Lalu gw membayangkan beberapa scenario.

Lelaki muda yang sedari tadi hanya duduk merokok di seberang bangku gw bisa jadi hanya menerima ajakan kawan baiknya yang ingin ditemani. Hmm, atau dia insomnia dan memilih tempat yang hangar bingar sehingga ia tidak merasa sendirian. Bisa saja salah satu dancer adalah pacar atau saudarinya, sehingga perlu baginya untuk menunggui mereka bekerja. Atau jangan – jangan bahkan ia jatuh cinta pada salah seorang dancer dan hanya berani sampai batas memandangi wajah si gadis.

Gadis belia dengan rambutnya yang dijalin dengan rentetan asesori rambut sehingga seolah rasta, sedari tadi tidak bisa duduk diam. Dalam pikiran gw, dia hanya ingin melewatkan malam minggunya dengan penuh keceriaan, dan ia ingin melewatkannya dengan kawan – kawan tersayang. Sementara semua kawannya berada di tempat itu, kesanalah ia pergi. Ke tempat dimana kawan – kawan terbaiknya berada.

Seorang perempuan muda di tengah bar dengan serius menakar beberapa jenis minuman dengan cepat dan menuangkannya dalam satu wadah. Ekspresinya seolah menyiratkan : ini pekerjaan gw, tidak banyak orang yang bisa melakukannya dan gw yakin bisa melakukannya dengan sempurna.

Dan sebelum mengalihkan pandangan pada jam tangan gw, terlihat dua anak muda gemulai yang tampaknya sangat gemar bergoyang.

Gay ? Don’t know!

Are they a couple ? Who cares !

Bagi gw, mereka adalah anak – anak yang butuh perhatian

Lalu bagaimana jika scenario yang lebih kelam dan absurd kita berikan pada si kakek ?

Skenario 1 : karena suatu sebab ia ditinggalkan anak istrinya, stress dan hidup di jalan

Skenario 2 : ada masa dimana ia adalah seorang yang kaya raya, namun ia pailit karena ia gemar berjudi, korupsi dan main perempuan, pailit dan jadi gelandangan.

Skenario 3 : Sedari dulu ia memang miskin, malas bekerja, gemar mengumpat sehingga kurang disukai orang, terusir dan akhirnya hidup di jalan

Skenario 4 : Karma-nya buruk karena ia memperlakukan orang dengan buruk

Skenario 5 : Ia seorang actor, observasi lalu mencoba mendalami perannya sebagai gelandangan, ia praktek langsung

Skenario 6 : Ia menjalani hidup di dua dunia. Dua kepribadian. Dr.Jekkyl & Mr.Hyde.

Skenario 6 : Ia seorang agen rahasia yang sedang menyamar

Skenario 7 : Ia adalah malaikat

Skenario terakhir : saat terjadi reinkarnasi, pada kehidupan mendatang nasibnya bertukar dengan orang – orang yang berada di tempat hiburan !

Yahaaa !!

Well, semua itu cuma ada di kepala gw. Jawaban pastinya cuma ada di langit.

Bagi gw, mereka hidup di dunia yang berbeda. Sepertinya bedanya hidup di Timur dengan di Barat misalnya. Atau hidup di kota dan di desa. Atau di negara 4 musim dan tropis.

Just different, that’s all.

Tidak ada kaitannya dengan benar atau salah